Kamis, 11 Oktober 2012

Panduan Teknik Mendongeng untuk Siaga


Pendahuluan
Setiap orang dewasa pada dasarnya memiliki kemampuan alamiah untuk mendongeng. Kemampuan ini semakin sering digunakan dan semakin sering dilatih akan semakin berkembang dengan baik. Bagi para Pembina Siaga kemampuan mendongeng adalah salah satu kompetensi yang disarankan untuk dimiliki agar acara latihan di perindukan siaga lebih menarik dan bervariasi.
Mendongeng adalah sebuah proses. Maksudnya pendongeng harus mampu menyusun materi dan alur cerita agar dapat menarik perhatian, tidak membosankan, komuniatif dalam arti pendengarnya bisa memahami jalinan cerita, serta partisipatif dalam arti pendengarnya bisa terlibat secara emosional terhadap jalinan cerita. Mendongeng sebagai media pendidikan perlu penguasaan teknik dan metodenya.
 
Cara Mendongeng
 
Mendongeng dengan Teks atau dengan membaca buku cerita :
Teknik ini dilakukan dengan cara Yanda/Bunda mendongeng membacakan sebuah buku cerita. Diawali dengan mengenalkan judul buku, pengarang dan juga inti cerita yang akan dibacakan.
Para siaga dapat duduk santai di lapangan rumput dengan posisi setengah lingkaran, Yanda/Bunda ada di depan bisa duduk bersila atau duduk dengan kursi kecil.
Bunda/Yanda mulai membacakan ceritanya. Dianjurkan untuk setengah hafal sehingga bisa membagi pandangan antara membaca buku dan memandang para siaga.
Jika belum hafal Yanda/Bunda dapat membuat catatan-catatan kecil yang ditempelkan di buku sebagai pengingat pokok-pokok cerita.
Meski membaca Yanda/Bunda dituntut untuk mampu menghidupkan dialog para tokoh, mendeskripsikan suasana dan latar cerita secara menarik
Yanda/Bunda bisa berimprovisasi dengan melibatkan para siaga menjadi bagian dari cerita.
Mendongeng tanpa teks/naskah (storytelling)
Untuk dapat mendongeng dengan cara ini Yanda/Bunda harus sudah hafal tentang materi, alur cerita dan karakter tokoh-tokoh sebuah dongeng.
Untuk mendengarkan dongeng ini para saga dapat duduk santai di lapangan rumput dengan posisi setengah lingkaran dan Bunda/Yanda berada didepan.
Kelebihan cara ini Yanda/Bunda bisa berimprovisasi secara bebas sehingga para siaga bisa mengembangkan fantasi dan keterlibatannya dalam cerita secara optimal.
Dengan teknik ini Bunda/Yanda memiliki kelulasaan untuk membuat dialog para tokoh, mendeskripsikan suasana dan latar cerita sehingga lebih menarik.
Kelemahan cara ini jika Bunda/Yanda tidak focus maka materi dongeng dapat “meleceng” ke mana-mana sehingga anak-anak kehilangan focus cerita.
 
Teknik Mondongeng
 
Tahap persiapan
Pilih cerita dan beri judul yang bagus agar dapat menarik perhatian anak-anak
Kuasai alur ceritanya dengan baik seperti tahap pengenalan (tokoh , peristiwa dan tempat), tahap perjuangan (terjadinya konflik dan masalah yang dihadapi tokoh utama), tahap akhir cerita (ketika si tokoh utama berhasil meraih kesuksesan - happy ending)
Kuasai karakter tokoh-tokohnya, baik yang protogonis maupun antagonis. Penguasaan karakter tokoh sangat membantu ketika Bunda/Yanda ingin memerankan dan membawakan dialog tokoh cerita.
Tetapkan muatan pesan pada setiap tahapan dongeng (di awal, di tengah, di akhir) – sebagai bagian untuk memberikan tekanan-tekanan pada saat mendongeng.
Tetapkan titik-titik dimana para siaga dapat terlibat dalam peristiwa atau perjuangan yang dihadapi tokoh utama (tokoh protogonis) cerita misalnya : tepuk tangan, bernyanyi, bersorak, sedih atau gerakan-gerakan fisik melompat, tiarap, mengepalkan tangan, dsb.
Materi dongen hendaknya jangan dihafal, karena kalau hafal dongeng yang dibawakan akan terasa kaku, tidak ada improvisasi, menoton dan membosankan.
 
Tahap Pelaksanaan
 
1. Menjaga Kontak Mata
Ketika mendongeng Bunda/Yanda harus menjaga kontak mata dengan para siaga. Ini penting agar para siaga merasa diperhatikan dan merasa diajak untuk berinteraksi terhadap dongeng yang sedang dibawakan. Kontak mata juga penting untuk melihat sejauh mana perhatian para siaga terhadap materi dongeng yang dibawakan Bunda/Yanda.
 
2. Mimik Wajah
Bunda/Yanda harus bisa memainkan mimik wajah sesuai dengan karakter tokoh. Kemampuan memainkan mimik wajah akan dapat membangun suasana dongeng lebih dramatis. Mimik wajah bisa berupa ekspresi senang, sakit, sedih, melamun, dsb
 
Misalnya :
“Ketika si harimau mengejar kelinci, sang kelinci molompat … hup – masuk ke dalam lubang persembunyiannya. Sang raja hutanpun menangkap angin dan kecewa …. Di dalam
lubang Sang Kelinci - senang bisa selamat dari terkaman harimau, tersenyum dan bersyukur pada Tuhan” – Bunda/Yanda bisa memainkan wajah untuk tersenyum mewakili kelinci.
 
3. Gerak Tubuh
Agar cerita/dongeng lebih menarik maka Bunda/Yanda harus mampu mengoptimalkan
gerak tubuh sesuai dengan tuntutan cerita. Gerakan-gerakan tubuh yang merefleksikan
suasana yang dihadapi sang tokoh cerita akan sangat menghidupkan dongeng dan dapat
melibatkan para siaga.
 
Misalnya :
“Kopral Jono, terus mengawasi dari atas bukit, tentara Belanda yang akan menyerang desanya…. Tiba-tiba tentara Belanda itu menembakan senjatanya secara bertubi-tubi ….
Maka Kopral Jono berteriak … tiaaraappp”. Bunda/Yanda melakukan gerakan tiarap sambil mengajak para siaga untuk menirukan gerakan tiarap.
 
4. Suara
Memainkan intonasi suara sangat penting untuk menghidupkan sebuah dongeng. Bunda/
Yanda akan sangat baik mendongeng jika mampu menirukan beragam suara. Fungsi suara
dalam dongeng adalah :
 
a. Membedakan suasana
Suara yang meninggi dapat digunakan untuk merefleksikan bahwa cerita mulai memasuki
puncak konflik/menegangkan. Suara melemah merefleksikan suasana konflik mulai
mereda, dsb.

b. Menghidupan dialog
Kemampuan membawakan dialog para tokoh dengan suara yang berbeda akan mampu
membangun imajinasi para siaga terhadap dongeng yang dibawakan oleh Bunda/Yanda.

Misalnya :
Tentara Belanda : “Hei .. hei …. You inlandel … di mana koplal Jono”
(Bunda/Yanda membawakannya dengan logat tentara Belanda yang cadel dan sengau)
Rakyat Indonesia : “tidak tahu, tuan … ampun … jangan tembak kami”
(Bunda/Yanda membawakannya dengan nada minta dikasihani)
Tentara Belanda : “You jangan ikut-ikutan … Koplal Jono melawan Belanda ya …
You bisa mampus, I tembak ….”
(Bunda/Yanda membawakannya dengan logat Belanda yang tetap cadel dan sengau)

c. Menghidupkan suasana
Suara-suara tertentu seperti tembakan, debur ombang, angin semilir, mobil, motor dll yang
dapat ditirukan oleh Bunda/Yanda juga akan dapat menghidupka suasana mendongeng.

Misalnya :
Sambil berlari menghindari kejaran Tentara Belanda, Kopral Jono memberi aba-aba
kepada teman-temannya “Tembaakkk…..” Maka, muntahlah peluru dengan suara
“dor … dorr .. dorr.. door” bersahut-sahutan dari para pejuang Indonesia yang gagah
berani. (Bunda/Yanda, mengucapkan kata "dor.. dor" seperti layaknya bunyi senjata).

d. Memberi ruan partisipasi
Suara juga merupakan salah satu unsur yang dapat dijadikan alat memberi ruang partisipasi
para siaga ke dalam alur dan suasana dongeng. Para siaga bisa ikut menyanyi, berteriak,
bersorak, mengaum, menembak, dst sesuai jalan cerita.

Misalnya :
“tidak lama kemudian para Tentara Belanda itupun menarik diri dan lari ke kota.
Kopral Jono dan teman-temannya merasa senang karena berhasil mengusir Tentara Belanda. Tiba-tiba seorang tentara kawan kopral Jono, maju dan berdiri menyanyi
lagu Maju Tak Gentar – maka semua tentara Indonesia ikut menyanyi…”
(Bunda/Yanda mengajak para Siaga menyanyikan lagu “Maju Tak Gentar” dengan riang
dan penuh semangat seperti tentara Pejuang Indonesia yang sedang diceritakan Bunda).

e. Spesial Effect
Penggunaan suara dengan special effect yang dibantu dengan alat pengeras suara akan
sangat membantu untuk menghidupkan dongeng. Bunda/Yanda bisa menyiapkan special
effect terlebih dahulu sebelum mendongeng dan meminta Bu Cik/Pak Cik untuk memutar
sesuai dengan cerita yang sedang dibawakan. Suara special effect misalnya : bom, tembakan, suara ombak, suara mobil, dsb.

5. Durasi dan Kecepatan
Bunda/Yanda hendaknya mengukur benar, daya tahan para siaga mendengarkan cerita.
Tidak ada durasi yang pasti, namun disarankan sebuah dongeng tidak lebih dari 15 menit.
Tempo atau cepat-lambat dalam mendongeng juga perlu di atur. Terlalu cepat akan membuat para siaga susah mengikuti, terlalu lambat bisa membosankan.
 
6. Alat Peraga
Bunda/Yanda bisa menggunakan alat peraga untuk memperkuat materi dongeng yang dibawakannya, seperti boneka binatang, pistol, foto, patung, bendera, mobil-mobilan dsb.
Penggunaan alat peraga yang tepat sesuai dengan alur cerita akan membuat para siaga lebih bisa berimajinasi dan terlibat dalam cerita.
 
7. Narasi & Dramatisasi
Narasi adalah sebuah teknik untuk mendeskripsikan suasana cerita, perwatakan tokoh,
menyingkat alur cerita, dsb. Narasi akan dapat menghidupan suasana jika dibawakan
dengan intonasi (tinggi rendah) dan lagu bahasa yang baik.
 
Misalnya :
“Ketika malam mulai larut … Sang Kancil berjalan pelan-pelan memasuki kebun Pak Tani
untuk kembali mencuri timun - Sang Kancil berhenti sejenak menengok ke kanan ke kiri,
setalah yakin aman, Sang Kancil mantap melangkahkan kakinya”. (Sambil menirukan gerakan sang kancil - berjalan pelan berjingkat-jingkat, Bunda/Yanda perlu melagukan kalimat narasi di dengan intonasi dan lagu bahasa yang mampu untuk membangun suasana menegangkan dan sikap waspada Sang Kancil)
 
Dramatisasi adalah sebuah teknik mengembangkan dialog para tokoh dalam dongeng dengan suara yang berbeda-beda sesuai dengan karakter. Dramatisasi dialog akan menghidupkan dongeng jika mampu dibawakan secara tepat, seperti contoh-contoh di atas.
  
Tahap akhir cerita/dongeng
Bunda/Yanda memberikan kesempatan tanya jawab kepada para siaga untuk mendalami kandungan dongeng yang baru saja dibawakan.
Bunda/Yanda memberikan kesempata para siaga untuk memberi tanggapan, yang paling mudah adalah tanggapan terhadap perilaku tokoh-tokoh dalam cerita.
Bunda/Yanda menyampaikan kesimpulan tentang kandungan nilai-nilai yang termuat dalam dongeng tadi yang layak diteladani bersama.
 
** Dongeng sebagai Media Latihan Pramuka Siaga
 
Sumber :
Diolah dari berbagai sumber : buku, jurnal ilmiah dan media online

Tidak ada komentar:

Posting Komentar